Puisi Bung Karno Lengkap
Puisi Bung Karno Lengkap Tentang Ir. Soekarno Bapak
Proklamator Indonesia, terlahir dengan nama Koesnososro Soekarno, lahir 6 Juni
1901 di Jalan Pandean IV/40, Surabaya. Ayah, Raden Sukemi Sosrodihardjo dan ibu
Ida Ayu Nyoman Rai. Pada usia hampir 13 tahun tamat SD bumiputera di Mojokerto,
melanjutkan ke Sekolah Dasar Belanda (lulus usia 14 tahun). Melanjutkan ke HBS
Surabaya. Kemudian masuk ke Technische Hoge School di Bandung dan dapat gelar
insinyur tahun 1925. Meninggal pada hari Minggu, 21 juni 1978.
Kunjungi yang terbaru;
Beberapa pilihan puisi Ir.
Soekarno dalam Puisi-puisi Revolusi Bung Karno
1.Sejarahlah yang Akan
Membersihkan Namaku
Dengan setiap rambut di
tubuhku
aku hanya memikirkan tanah
airku
Dan tidak ada gunanya bagiku
melepaskan beban dari dalam
hatiku
kepada setiap pemuda yang
datang kemari
aku telah mengorbankan untuk
tanah ini
Tidak menjadi soal bagiku
apakah orang mencapku
kolaborator
Aku tidak perlu membuktikan
kepadanya
atau kepada dunia, apa yang
aku kerjakan
Halaman-halaman dari revolusi
Indonesia
akan ditulis dengan darah
Sukarno
Sejarahlah yang akan
membersihkan namaku
(dari buku “Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 304)
2.Aku Melihat Indonesia
Jikalau aku berdiri di pantai
Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia
bergelora
membanting di pantai Ngliyep
itu
Aku mendengar lagu, sajak
Indonesia
Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang
menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi
batang-batang padi yang
menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat
gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru,
Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu,
Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari
Batak
bukan lagi lagu Batak yang
kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran
yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu
Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan
lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin
yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan
burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara
ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah
anak-anak
di desa-desa dengan mata yang
bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak
Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata
manusia
Aku melihat Indonesia
(dari buku “Bung Karno dan
Pemuda”, hlm. 68-107)
3.Menggerakkan Tenaganya
Diberi hak-hak atau tidak
diberi hak
Diberi pegangan atau tidak
diberi pegangan
Diberi penguat atau tidak
diberi penguat
Tiap-tiap makhluk
Tiap-tiap umat
Tiap-tiap bangsa tidak boleh
tidak
Pasti akhirnya bangkit
Pasti akhirnya bangun
Pasti akhirnya menggerakkan
tenaganya
Kalau ia sudah terlalu sekali
merasakan
celakanya diri oleh suatu daya
angkara murka!
Jangan lagi manusia
Jangan lagi bangsa
Walau cacing pun tentu
berkeluget-keluget
kalau merasa sakit!
(dari buku “Indonesia
Menggugat”, hlm. 62)
4.Kami Bukan Bangsa yang
Pandir
Ada sebabnya aku mengadakan
perlawatan ini
aku ingin agar Indonesia
dikenal orang
Aku ingin memperlihatkan
kepada dunia
bagaimana rupa orang Indonesia
Aku ingin menyampaikan kepada
dunia
bahwa kami bukan “Bangsa yang
Pandir”
seperti orang Belanda
berulang-ulang
mengatakan kepada kami
Bahwa kami bukan lagi
“Inlander goblok hanya baik
untuk diludahi”
seperti Belanda mengatakan
kepada kami berkali-kali
Bahwa kami bukan lagi
penduduk kelas kambing yang
berjalan
menyuruk-nyuruk dengan memakai
sarung dan ikat kepala
merangkak-rangkak seperti yang
dikehendaki
oleh majikan-majikan kolonial
di masa silam
(dari buku “Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 8)
5.Putra Sang Fajar
Abad ini adalah suatu zaman di
mana bangsa-bangsa baru
dan merdeka di benua Asia dan
Afrika mulai berkembang
Berkembangnya negara-negara
sosialis
yang meliputi seribu juta
manusia
Abad ini pun dinamakan abad
atom
dan abad ruang angkasa
Dan mereka yang dilahirkan
dalam Abad Revolusi kemanusiaan ini
terpikat oleh suatu kewajiban
untuk menjalankan
tugas-tugas kepahlawanan
Hari lahirku ditandai oleh
angka serba enam
Tanggal enam bulan enam.
Adalah menjadi nasibku yang
paling baik untuk dilahirkan
dengan bintang Gemini,
lambang kekembaran. Dan memang
itulah sesungguhnya
Dua sifat yang berlawanan
Aku bisa lunak dan aku bisa
cerewet
Aku bisa keras dan laksana
baja
dan aku bisa lembut berirama
Pembawaanku adalah paduan dari
pada
pikiran sehat dan getaran
perasaan.
Aku seorang yang suka
memaafkan,
akan tetapi aku pun seorang
yang keras kepala
Aku menjebloskan musuh-musuh negara
ke belakang jerajak besi
namun demikian aku tidak
sampai hati
membiarkan burung terkurung di
dalam sangkar
Aku menjatuhkan hukuman mati
namun aku tak pernah
mengangkat tangan
untuk memukul mati seekor
nyamuk
sebaliknya aku berbisik kepada
binatang itu
“hayo, nyamuk, pergilah
jangan kau gigit aku”
Karena aku terdiri dari dua
belahan
aku dapat memperlihatkan
segala rupa
aku dapat mengerti segala
pihak
aku memimpin semua orang
boleh jadi ini secara
kebetulan bersamaan
boleh jadi juga pertanda lain.
Akan tetapi kedua belahan dari
watakku itu
menjadikanku seorang yang
merangkul semuanya.
Ibu telah memberikan pangestu
kepadaku
ketika aku baru berumur
beberapa tahun
Di pagi itu ia sudah bangun
sebelum matahari terbit
dan duduk di dalam gelap di
beranda muka kami yang kecil
tiada bergerak. Ia tidak
berbuat apa-apa
ia tiada berkata apa-apa
hanya memandang arah ke timur
dan dengan sabar menantikan
hari akan siang
Aku pun bangun dan
mendekatinya
diulurkannya kedua belah
tangannya
dan meraih badanku yang kecil
ke dalam pelukannya
Sambil mendekapkan tubuhku ke
dadanya
ia memelukku dengan tenang.
Kemudian dia berbicara dengan
suara lunak
“Engkau sedang memandangi
fajar, nak.
Ibu katakan kepadamu, kelak
engkau akan menjadi
orang yang mulia, engkau akan
menjadi
pemimpin dari rakyat kita.
Karena ibu melahirkanmu jam
setengah enam pagi
di saat fajar mulai
menyingsing
Kita orang jawa mempunyai satu
kepercayaan
bahwa orang yang dilahirkan di
saat matahari terbit
nasibnya telah ditakdirkan
terlebih dahulu
Jangan lupakan itu
Jangan sekali-kali kau
lupakan, nak bahwa
engkau ini putra dari Sang
Fajar.”
Bersamaan dengan kelahiranku
menyingsinglah fajar dari
suatu hari yang baru
dan menyingsing pulalah fajar
dari satu abad yang baru
Karena aku dilahirkan di tahun
1901
Bagi Bangsa Indonesia abad ke
sembilan belas
merupakan zaman yang gelap
sedangkan zaman sekarang
baginya adalah
zaman yang terang-benderang
dalam menaiknya
pasang revolusi kemanusiaan
Masih ada pertanda lain ketika
aku dilahirkan
Gunung Kelud, yang tidak jauh
letaknya dari tempat kami, meletus
Orang yang percaya kepada
tahyul meramalkan,
“Ini adalah penyambutan
terhadap bayi Sukarno”
Sebaliknya orang Bali
mempunyai kepercayaan lain
kalau Gunung Agung meletus ini
berarti
bahwa rakyat telah melakukan
maksiat
Jadi orang pun dapat
mengatakan
bahwa Gunung Kelud sebenarnya
tidak menyambut bayi Sukarno
Gunung Kelud malah menyatakan
kemarahannya
karena anak yang jahat lahir
ke muka bumi ini
Berlainan dengan
pertanda-pertanda yang
mengiringi kelahiran itu
maka kelahiran itu sendiri
sangatlah menyedihkan
Bapak tidak mampu memanggil
dukun
untuk menolong anak yang akan
lahir
Keadaan kami terlalu ketiadaan
Satu-satunya orang yang
menghadapi itu
ialah seorang kawan dari
keluarga kami
seorang kakek yang sudah
terlalu amat tua
Dialah, dan tak ada orang lain
selain orang tua itu
yang menyambutku menginjak
dunia ini.
(dari buku “Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 24, 25, 26)
6.Berpedomanlah pada Cita-cita
Ya, kita hidup dalam dunia
yang penuh ketakutan
kehidupan manusia sekarang
digerogoti
dan dijadikan pahit-getir oleh
rasa ketakutan
Ketakutan akan hari depan
ketakutan akan bom hidrogen
ketakutan akan
ideologi-ideologi
Mungkin rasa takut itu
pada hakekatnya merupakan
bahaya yang
lebih besar daripada bahaya
itu sendiri
Sebab rasa takutlah yang
mendorong orang berbuat tolol
berbuat tanpa berpikir
berbuat hal yang membahayakan
Dalam permusyawaratan
Tuan-tuan
saya minta, jangan kiranya
Tuan-tuan
terpengaruh oleh ketakutan itu
Sebab ketakutan adalah zat
asam
yang mencapkan perbuatan
manusia
menjadi pola yang aneh-aneh
Berpedomanlah pada harapan
dan ketetapan hati
berpedomanlah pada cita-cita
berpedomanlah pada impian dan
angan-angan
(dari pidato “Presiden
Soekarno pada Pembukaan Konperensi Asia-Afrika” 18 April 1955)
7.Sinar Itu Dekat
Jikalau kita insyaf
bahwa kekuatan hidup itu
letaknya tidak dalam menerima
tetapi dalam memberi
Jikalau kita semua insyaf
bahwa dalam percerai-beraian
itu
letaknya benih perbudakan
kita;
Jikalau kita semua insyaf
bahwa permusuhan itulah yang
menjadi
asal kita punya “via dolorosa”
Jikalau kita insyaf
bahwa roch rakyat kita masih
penuh
kekuatan untuk menjunjung diri
menuju Sinar yang satu
yang berada di tengah-tengah
kegelapan gulita
yang mengelilingi kita ini
pastilah persatuan itu terjadi
dan pastilah Sinar itu
tercapai juga
Sebab Sinar itu dekat
(dari buku “Di Bawah Bendera
Revolusi I”, hlm. 23)
8.Kemerdekaan Saya Bandingkan
dengan Perkawinan
Kemerdekaan saya bandingkan
dengan perkawinan
ada yang berani kawin, lekas
berani kawin
ada yang takut kawin. Ada yang
berkata:
Ah, saya belum berani kawin
tunggu dulu gaji F 500
Kalau saya sudah mempunyai
rumah gedung
sudah ada permadani
sudah ada lampu listrik,
sudah mempunyai tempat tidur
yang mentul-mentul,
sudah mempunyai sendok-garpu
perak satu kaset,
sudah mempunyai ini dan itu,
bahkan sudah mempunyai
kinder-uitzet
barulah saya berani kawin
Ada orang lain yang berkata:
Saya sudah berani kawin
kalau saya sudah mempunyai
satu meja
kursi empat, “meja makan”
lantas satu zitje, lantas satu
tempat tidur
Ada yang lebih berani dari itu
yaitu saudara-saudara Marhaen!
Kalau dia sudah mempunyai
gubuk saja
dengan satu tikar
dengan satu periuk
dia kawin
Marhaen dengan satu tikar,
satu gubuk: kawin
Lantas satu zitje, lantas satu
tempat tidur: kawin
Sang nDara yang mempunyai
rumah gedung
Electrische kookplaat, tempat
tidur,
uang bertimbun-timbun kawin
Belum tentu mana yang lebih
gelukkig
belum tentu mana yang lebih
bahagia
Sang nDara dengan tempat
tidurnya yang mentul-mentul
atau Sarinem dengan Samiun
yang mempunyai
satu tikar satu periuk,
saudara-saudara!
Tekad hatinya yang perlu
tekad hatinya Samiun kawin
dengan satu tiker dan satu
periuk
dan hati Sang nDara yang baru
berani kawin
kalau sudah mempunyai
gerozilver satu kaset
plus kinderuitzet – buta 3 tahun
lamanya
(dari buku “Lahirnya
Pancasila”, 1 Juni 1945)
9.Minum Seni dan Kultur
Kita bergerak karena
kesengsaraan kita
Kita bergerak karena ingin
hidup yang lebih layak dan sempurna
Kita bergerak tidak karena
ideal saja
Kita bergerak karena ingin
cukup makanan
Kita bergerak karena ingin
cukup pakaian
ingin cukup tanah
ingin cukup perumahan
ingin cukup pendidikan
ingin cukup minum seni dan
kultur
pendek kata kita bergerak
karena ingin
perbaikan nasib di dalam
segala bagian-bagian dan
cabang-cabangnya
Perbaikan nasib ini hanyalah
bisa datang seratus persen
bilamana masyarakat sudah
tidak ada kapitalisme dan imperialism
sebab stelsel inilah yang
sebagai kemandegan tumbuh di atas tubuh
kita
hidup dan subur dari pada kita
hidup dan subur dari pada
tenaga kita
rezeki kita, zat-zatnya
masyarakat kita
Oleh karena itu
maka pergerakan kita
janganlah pergerakan yang
kecil-kecilan
pergerakan kita haruslah pada
hakekatnya
suatu pergerakan yang ingin
merobah sama sekali sifatnya
masyarakat
Suatu pergerakan yang ingin
menjebol kesakitan-kesakitan
masyarakat
sampai ke sulur-sulurnya dan
akar-akarnya
suatu pergerakan yang sama
sekali ingin
menggugurkan stelsel
imperialisme dan kapitalisme
Pergerakan kita janganlah
hanya suatu pergerakan yang
ingin rendahnya pajak
jangan hanya ingin tambahnya
upah
janganlah hanya ingin
perbaikan-perbaikan kecil
yang bisa tercapai sekarang
tetapi ia harus menuju kepada
suatu transformasi yang
mengjungkir-balikkan sama
sekali sifatnya masyarakat itu
dari sifat imperialisme dan
kapitalisme menjadi
sifat yang sama rasa sama rata
Pergerakan kita harus suatu
pergerakan yang pada
hakekatnya
menuju kepada suatu “Ommekeer”
susunan sosial.
(dari buku “Di Bawah Bendera
Revolusi I”, hlm. 280-281)
10.Janganlah Menjadi Politikus
Salon
Janganlah menjadi politikus
salon!
Lebih dari separo
politisi kita adalah politisi
salon
yang mengenal Marhaen
hanya dari sebutan saja.
Apakah orang mengira dapat
menyelesaikan revolusi
sekarang ini
meski tingkatannya
tingkatan nasional sekalipun
tidak dengan rakyat murba
Politikus yang demikian itu
sama dengan seorang jenderal
yang tak bertentara
Kalau ia memberi komando
dia seperti orang berteriak di
padang pasir
Tetapi betapakah orang dapat
menarik rakyat jelata
Jika tidak terjun di kalangan
mereka
mendengarkan kehendak-kehendak
mereka
menyadarkan mereka akan diri
sendiri
membuat revolusi ini revolusi
mereka?
(dari buku “Sarinah”, 1947
hal. 229-230)
11.Cari Sendiri
Het hoe
kita harus cari sendiri. Het
hoe
bagaimana itu harus kita cari
sendiri
sistem-sistem apa yang harus
kita pakai
Tidak bisa saudara teorikan
apalagi dengan membuka,
hanya membuka saja
textbook-textbook,
sampai saudara punya kepala
botak
tidak akan saudara bisa
menemukan het hoe itu
Tetapi kita harus cipta
sendiri,
cari sendiri. This is revolution
Revolusi adalah mencari,
saudara-saudara
tidak ada revolusi yang sudah
ready for use
tidak, cari sendiri
Tidak ada satu revolusi
atau dua revolusi yang sama
Jangan kira revolusi Indonesia
itu sama dengan revolusi Sovyet
Jangan kira revolusi Indonesia
sama dengan revolusi Mesir
Jangan kira revolusi Indonesia
sama dengan revolusi Kuba
Jangan kira revolusi Indonesia
sama dengan revolusi RRC
Jangan kira revolusi Indonesia
sama dengan revolusi Mexico
Revolusi adalah milik dan
tugas kewajiban bangsa
dan kewajiban dari pada bangsa
itu ialah mencari sendiri
Jangan menjiplak, oleh karena
tidak bisa dijiplak
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi Mexico
bubrah revolusi kita
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi United Arab Republik
bubrah revolusi kita
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi Yugoslavia
bubrah revolusi kita
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi Polandia
bubrah revolusi kita
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi Uni Sovyet
bubrah revolusi kita
Kalau saya atau kita menjiplak
revolusi Amerika, 1776 dulu itu
bubrah revolusi kita
Tidak, kita harus mencari
sendiri
(dari buku “Ilmu dan
Perjuangan”, hlm. 21-22)
12.Jangan Sekali-kali
Meninggalkan Sejarah
Sekali lagi saya ulangi
kalimat ini
membuang hasil-hasil positif
dari masa yang lampau
hal itu tidak mungkin
sebab kemajuan yang kita
miliki sekarang ini
adalah akumulasi dari pada
hasil-hasil
perjuangan di masa yang lampau
Seorang pemimpin yaitu Abraham
Lincoln berkata:
“One connot escape history”
orang tak dapat melepaskan
diri dari sejarah
Saya pun berkata demikian!
Tetapi saya tambah. Bukan saja
“One connot escape history”
tetapi saya tambah: “Never
leave history”
Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah
Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah!
Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarahmu yang sudah!
Hai bangsaku, karena jika
engkau meninggalkan yang sudah,
engkau akan berdiri di atas
vacuum
engkau akan berdiri di atas
kekosongan
lantas engkau menjadi bingung
dan perjuanganmu
paling-paling hanya akan
berupa amuk
amuk belaka
Amuk, seperti kera kejepit di
dalam gelap!
(dari “Amanat Proklamasi, 17
Agustus 1963”, hlm. 210)
13.Semangkuk Kecil Nasi Sehari
Kita negara-negara berpolitik
bebas di dunia
yang mengakui dan menerima
kenyataan
adanya bangsa-bangsa yang baru
bangkit
mempunyai kewajiban yang mengikat
untuk
memperoleh pengertian dan
rakyat-rakyat di negara lain
untuk mengatakan terus terang
kepada mereka
bahwa mereka tidak dapat terus
hidup
di atas berjuta-juta rakyat
yang miskin
Masyarakat-masyarakatnya
mereka mewah berlimpah
dibangun di atas keringat dan
susah payah
dan air mata dari jutaan
manusia
yang melalui malam senggang
mereka tidak
dengan mata melekat pada
pesawat televisi
tapi dalam kegelapan yang
ditembus oleh nyala lilin
yang sehari-harinya bukan
dirundung
oleh kepunyaan tetangga mereka
tetapi oleh keinginan untuk
memberi kepada
anak-anak mereka semangkuk
kecil nasi sehari
(dari “Pidato pada Konperensi
Nonblok I, Beograd”)
14.Membangun Kebanggaan
Manusia tidak hanya cukup
untuk makan
Sungguhpun gang-gang di
Jakarta penuh lumpur
dan jalanan masih kurang
namun aku telah membangun
gedung-gedung bertingkat
sebuah jembatan berbentuk daun
semanggi
jalan raya yang hebat yang
dikenal dengan Jakarta Bypass
dan menamai jalan dengan
nama-nama para pahlawan kami
Jalan Diponegoro, Jalan
Thamrin, Jalan Cokroaminoto dan lain-lain
Banyak orang berhati katak
dengan mentalitas warung kopi
menghitung-hitung pengeluaran
itu
dan menuduhkan menghamburkan
harta rakyat
ini semua bukan untuk
kejayaanku
semua ini dibangun demi
kejayaan bangsa
supaya bangsaku dihargai oleh
seluruh dunia
Tulang punggung tanah airku
membeku
ketika mendengar pertandingan
Asian Games 1963
akan diadakan di ibukotanya
Kami lalu mendirikan stadion
dengan atap melingkar
yang tak ada duanya di dunia
Kota-kota lain mempunyai
stadion yang lebih besar
tapi tak satu pun yang
mempunyai
atap melingkar seperti
kepunyaan kami
Yah, memberantas kelaparan
memang penting
akan tetapi memberi makan jiwa
yang
telah diinjak-injak dengan
sesuatu
yang dapat membangkitkan
kebanggan mereka
ini pun penting
(dari buku “Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 444)
15.Sarinah-Sarinah
Tetapi pikiran saya
terus melayang
melayang satu soal
soal wanita
Kemerdekaan!
Bilakah Sarinah-Sarinah
mendapat kemeerdekaan
Tetapi, ya, kemerdekaan yang
bagaimana?
Kemerdekaan seperti yang
dikehendaki
oleh pergerakan feminismekah
yang hendak menyamaratakan
perempuan dalam segala hal
dengan laki-laki
Kemerdekaan ala Karini?
Kemerdekaan ala Khalidah
Hanum?
Kemerdekaan ala Kollontay?
Oleh karena soal perempuan
adalah soal masyarakat
maka soal perempuan
adalah sama tuanya dengan
masyarakat
soal perempuan adalah
sama tuanya dengan kemanusiaan
atau lebih tegas:
soal laki-laki dan perempuan
adalah sama tuanya
dengan kemanusiaan
Sejak manusia hidup
di dalam gua-gua dan rimba-rimba
dan belum mengenal rumah
sejak “zaman Adam dan Hawa”
kemanusiaan itu pincang
terganggu oleh soal ini
Manusia zaman sekarang
mengenal “soal perempuan”
Manusia zaman purbakala
mengenal “soal laki-laki”
Sekarang kaum perempuan duduk
di tingkatan bawah
di zaman purbakala kaum
laki-laki duduk di tingkatan bawah
Sekarang kaum laki-laki
berkuasa
di zaman purbakala kaum
perempuanlah yang berkuasa
Kemanusiaan,
di atas lapangan soal
laki-laki perempuan
selalu pincang
dan kemanusiaan akan terus
pincang
selama saf yang satu menindas
saf yang lain
Harmoni hanya dapat dicapai
kalau tidak ada saf satu di
atas saf yang lain
tetapi dua “saf” itu sama
derajat
– berjajar – yang satu di
sebelah yang lain
yang satu memperkuat kedudukan
yang lain
Tetapi masing-masing menurut
kodratnya sendiri
sebab siapa melanggar kodrat
alam ini
ia akhirnya niscaya digilas
remuk redam
oleh alam itu sendiri
Alam benar adalah “sabar”
alam benar tampak diam
tetapi ia tak dapat diperkosa
ia tak mau diperkosa
ia tak mau ditundukkan
ia menurut kata Vivekananda
adalah “berkepala batu”
(dari buku “Sarinah”, hlm. 19)
Keterangan:
- Kollontay : seorang tokoh
pergerakan wanita di Rusia, pada permulaan revolusi 1917
- Vivekananda : seorang
pejuang kemerdekaan India sebelum masa M.K. Gandhi
16.Sudah Ber-Ibu Kembali
Sudah lama bunga Indonesia
tiada mengeluarkan harumnya
semenjak sekar yang
terkemudian sudah menjadi layu
Tetapi sekarang bunga
Indonesia
sudah kembang kembali
kembang ditimpa cahaya bulan
persatuan indonesia
dalam bulan yang terang-benderang
ini
berbaurlah segandi segala
bunga-bungaan yang harum
dan menarik hati yang tahu
akan harganya bunga
sebagai hiasan alam yang
diturunkan Tuhan Illahi
Kembangnya bunga ini
ialah bangunnya bangsa
Indonesia
menurut langkah yang
terkemudian sekali
didahului oleh bangunnya
laki-laki Indonesia
beserta pemudanya
Langkah yang terkemudian
tetapi jejak yang pertama
sekali
dalam sejarah Indonesia
dan permulaan zaman baru
Sudah lama Indonesia
kehilangan ibu
sudah lama Indonesia
kehilangan puterinya
tetapi berkat disinari cahaya
persatuan Indonesia
bertemulah anak piatu dengan
ibu
yang disangka sudah hilang
berjabat tanganlah dengan
puteri yang
dikatakan sudah berpulang
Pertemuan anak piatu dengan
ibu kandung
ialah saat yang
semulia-mulianya
dalam sejarah anak piatu
yang ber-ibu kembali
Saat ini tiada dapat dilupakan
sedih dan suka
pedih dan pilu bercampur-baur
karena kenang-kenangan yang
sudah berlalu
Dan oleh karena nasib baru
yang akan dimulai
Baru sekarang Persatuan
Indonesia ada romantiknya
Apa gunanya gamelan dalam
pendopo kalau tidak dibunyikan
terletak saja jadi pemandangan
kaum keluarga turun-temurun
Gamelan Indonesia berbunyi
kembali
berbunyi dalam pendopo
Indonesia
dan melagukan persatuan
Indonesia
pada waktu bulan purnama raya
penuh dengan bau bunga
dan kembang yang harum
Indonesia piatu sudah ber-ibu
kembali
(dari buku “Di Bawah Bendera
Revolusi I”, hlm. 107)
(nb. Pada baris 9, ada kata
“segandi” : saya tak tahu apa arti kata itu, saya mencoba mereka-reka apakah
ada kesalahan cetak, tapi tak juga ketemu, mungkin “segar di”)
17.Dikantongi oleh Tuhan
Tatkala ibumu masih perawan
bapak masih perjaka
Lantas kita menjawab
“Yah, kami waktu itu
dikantongi Tuhan
Dikantongi oleh Tuhan.”
Maka pada satu saat Tuhan ini
ingin meng-gumelar-kan kita ke
dunia
Bagaimana caranya
apa diambil kantong Tuhan
Kemudian … dijatuhkan dari
langit?
Tidak!
Tuhan lantas menjodohkan
Seorang pria dan seorang
wanita
Tuhan yang menjodohkan
Saya tempo hari berkata
jodoh itu adalah hak Tuhan
Mati hak Tuhan
Jodoh hak Tuhan
Lahir hak Tuhan
Tuhan menjodohkan seorang pria
dan seorang wanita
Pria dan wanita ini kataku
jadikan dapur dari Tuhan
Dapur untuk meng-gumelar-kan
kita di dunia
Nah, kita diprocotkan tidak di
langit
tidak di laut
tetapi di procotkan di tanah
air ini
Yang dari tanah air inilah
kita, saudara-saudara
dapat makanan
yang dari tanah air inilah
kita dapat minuman
yang dari tanah air inilah
kita menghirup hawanya yang
segar
Pendek kata
tanah airlah tempat kita
dari masih bayi merah itu
tumbuh menjadi manusia yang
dewasa sekarang
karena itu maka lantas aku
mengambil konklusi
hai, manusia, cintailah Tuhan
yang dulu mengantongi engkau
Cintailah ibu-bapakmu
dapur yang dibuat Tuhan
untuk meng-gumelar-kan engkau
Cintailah tanah air yang di
tempat itu
engkau dapat minum, makan dan
lain sebagainya
(dari buku “Ilmu dan
Perjuangan”, hlm. 111)
18.Musnahlah Kekayaan-kekayaan
Itu
Dengan perkataan lain
kaum modal partikelir
mempunyai
kepentingan atas rendahnya
tenaga produksi
dan rendahnya tingkat
pergaulan hidup kami
imperialisme-modern
menghalang-halangi kemajuan
pergaulan hidup kami
imperialisme-modern
membikin rakyat bumiputra
menjadi bangsa yang terdiri
dari kaum buruh belaka
dan membikin Hindia menjadi
si buruh di dalam pergaulan
bangsa-bangsa
Dan si buruh yang bagaimana
Tuan-tuan Hakim!
si buruh yang loonen-nya
minimum loonen
si buruh yang wirtschaft-nya
minimum wirschaft!
si buruh yang upahnya upah
kokro
Hati-Nasional tentu berontak
atas kejahatan
imperialisme-modern
yang demikian itu
Lagi pula
siapakah nanti yang bisa
mengembalikan lagi
kekayaan-kekayaan Indonesia
yang diambil oleh
mijnberdrijven partikelir
yakni perusahaan-perusahaan
tambang partikelir
sebagai timah, arang batu,
minyak
Siapakah nanti yang bisa
mengembalikan lagi
kekayaan-kekayaan tambang itu?
Musnah
musnahlah kekayaan-kekayaan
itu
buat selama-lamanya bagi kami
Musnah
musnahlah buat selama-lamanya
bagi pergaulan hidup Indonesia
masuk ke dalam kantong
beberapa pemegang andil belaka
(dari buku “Indonesia
Menggugat”, hlm. 58)
19.Undang-undang
Jiwa ular kambang dan jiwa
inlander
itulah racun yang menghinggapi
kita
di tahun-tahun yang terakhir
ini
Jikalau ingin merdeka
sejati-jatinya merdeka
milikilah jiwa yang merdeka
milikilah jiwa yang besar
Buktikanlah memiliki jiwa yang
besar itu
jiwa merdeka itu
jiwa yang tak segan bekerja
dan memberi
jiwa yang dinamis yang bisa
berdiri sendiri di atas kaki
sendiri
bukan jiwa yang meminta,
merintih
mengemis saja ke kanan dan ke
kiri
sambil bermimpi dapat mencapai
derajat penghidupan yang
makmur
dengan seboleh-bolehnya tidak
bekerja sama sekali
Kita tidak hidup di alam
impian
kita hidup di alam kenyataan
Kita tidak hidup di alam
impian
Kita hidup di alam kenyataan
Kita tidak hidup di alam sorga
Kita hidup di alam dunia
Di dalam dunia itu
untuk semua makhluk besar-kecil
tiada undang-undang lain
melainkan undang-undang yang
berbunyi:
“Jikalau mau hidup, harus
makan
yang dimakan hasil kerja;
jika tidak bekerja, tidak
makan;
jika tidak makan pasti mati!”
Inilah undang-undangnya dunia
Inilah undang-undangnya hidup
Mau tak mau semua makhluk
harus menerima undang-undang
ini
Terimalah undang-undang ini
dengan jiwa besar dan merdeka
jiwa yang tidak menengadah
melainkan kepada Tuhan.
(dari buku “Amanat
Proklamasi”, hlm. 63)
20.Dimakan Api Unggun
Saya merasa
diri saya sebagai
sepotong kayu
dalam satu gundukan kayu api
unggun
sepotong dari pada ratusan
atau ribuan kayu di dalam api
unggun besar
saya menyumbangkan sedikit
kepada nyala api unggun itu
tetapi sebaliknya
saya dimakan oleh api unggun
itu!
Dimakan apinya api unggun
(dari buku “Tragedi Bung
Karno” Pustaka Simponi 1978)
Sumber :Data buku kumpulan
puisi
Judul : Puisi-puisi Revolusi
Bung Karno, buku pertama
Penulis : Soekarno
Cetakan : I, Juni 2002
Penerbit : Yayasan Seni dan
Budaya Gema Patriot, Jakarta.
Dicetak oleh : Fitroh Art’s
Printing, Jakarta
Penyunting : Maman S. Tegeg
Pracetak : Fakhri S. Antoni,
Awal Tresnajaya, Amsar A. Dulmanan
Tebal : xii + 127 halaman (94
puisi)
Pengantar : Hj. Rachmawati
Soekarnoputri